Tari Benten bakal dipertunjukkan oleh Pusat Kebudayaan Minangkabau (PKM) bekerjasama dengan Nan Jombang Dance Company dalam event PKM-17 Edisi III yang direncanakan dihelat pada Jumat (17/12/2021) mendatang. Pertunjukan seni tradisional langka di Sumatera Barat (Sumbar) ini disponsori Anggota DPD RI Alirman Sori dan Koreografer Tari dari Sumbar Ery Mefri.
Menurut Ery Mefri, Tari Benten merupakan pengembangan dari Tari Rantak Kudo. Kata pemilik Nan Jombang Dance Company itu, Tari Rantak Kudo yang asli telah lenyap, sulit mencari daerah yang masih memelihara tarian asli itu di Kabupaten Pesisir Selatan.
Situasional keberadaan seni tradisional langka Tari Rantak Kudo itu dibenarkan Pimpinan Sanggar Puti Gubalo Intan, Junaidi Chan. Katanya, Tari Rantak Kudo itu tidak lagi dikembangkan karena sulit mencari yang aslinya, justru yang dikembangkan adalah Tari Benten.
Tari Benten Pesisir Selatan ini sudah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional dari 52 seni budaya yang diusul menjadi WBTB dari 16 kabupaten/kota di Sumbar. Penetapan dilakukan oleh Kemdikbud dalam sidang penetapan WBTB Nasional 13-16 Agustus 2019 silam.
Selain Tari Benten, juga ada 6 seni langka lainnya dari Pesisir Selatan yang ditetapkan sebagai WBTB Nasional, yakninya Biola (Babiola, Barabab), Tari Sikambang Manih, Tari Kain, Anak Balam, Badampiang dan Patang Balimau di Indrapura.
Rantak Kudo Asli
Tari Rantak Kudo yang kemudian dikembangkan menjadi Tari Benten ini, aslinya terdapat di Rawang, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Disebut Rantak Kudo, karena gerakannya bunyi kutipak ladam kuda menghentak-hentak. Hentakannya bisa didengar dan setidaknya dirasakan dari jarak jauh lokasi pementasan.
Tari Rantak Kudo ini disakralkan kerana esensi lagu dialogis dalam scan mengantarkan rasa cinta dengan doa-doa sakral kepada Yang Maha Agung. Nyanyian doa-doa yang mengiringi tarian sakral Rantak Kudo di Rawang Kerinci, tembangan syairnya disebut “asuh” dan penyanyinya disebut “pengasuh”. Pengasuh ini dominan dari Tanjung Rawang di DAS Batang Merao yang bermuara ke Danau Kerinci.
Karenanya, Tari Rantak Kudo khusus di Kerinci itu, dihormati dan dihargai. Dihadirkan pada setiap perayaan seni budaya masyarakat terutama pada perayaan hasil panen padi di Kerinci, juga di Pesisir Selatan, terutama di Indrapura.
Kalau Indrapura disebutkan sebagai Kesultanan Islam berfungsi rajo ibadat, tapan Basa 4 Balai Rajo Adat dan Lunang dengan fungsi Rajo Batin (Rajo Alam), yang Pelabuhan Lada Samudrapuranya di Muara Sakai dulu, pernah diceritakan menjadi embarkasi Haji abad ke-11, maka tak dapat dipungkiri suasana budayanya menaruh nilai-nilai Islam yang Sakral.
Sultan Mara Baqi pernah memerintahkan Sutan Abdullah Al-Karim tahun 1849 untuk menulis tangan (manuskrip) Al-Qur’an dengan illuminasi Minangkabau (Kolektor St. Alamsyah, lihat Yulizal Yunus-2012). Objek budaya tradisional dan seni memiliki nilai-nilai yang sakral dimungkinkan seperti Tari Rantak Kudo yang dikonversi menjadi Tari Benten ini.
Tari Rantak Kudo ini, masa pertunjukannnya setelah panen, yakni merayakan hasil panen raya, kadang berlangsung berhari. Ketika penen tidak berhasil dan atau terjadi musim kemarau, Tari Rantak Kudo tetap ditampilkan untuk mengantarkan doa-doa kepada Allah SWT. Terasa benar, kehadiran Tari Rantak Kudo ini untuk maksud tujuan, memotivasi peningkatan pertanian, padi menjadi, jaguang maupiah, masyarakat gembira dan makmur.
Sekaligus menyatakan rasa syukur alhamdulillah masyarakat gembira masa hujan yang menyuburkan dan atau masa kemarau yang mesti dihadapi dengan penuh optimis berujung meraih keberkatan (berkah). Karena itu, Tari Rentak Kudo di samping termasuk objek seni pemajuan kebudayaan, juga dapat diklasifikasi dengan objek adat dan objek ritual.
Tari Rantak Kudo sebagai seni, ritual dan adat, dalam pertunjukannya diiringi musik. Tifa musik gendang digunakan untuk mengiringi tembang syairnya disebut “asuh” di Keinci tadi, namun sedikit berbeda dengan Tari Rentak di Minang, yang diekspresikan instrumen musik minus syair. Kekuatannya terletak pada “rantak” (rentak – merentak) dipatri langkah tigo gerakan silat yang diekspresikan penari wanita dan pria. Lebih terasa ritual ketika dibakarkan kemenyan, membuat penari semakin khidmat, bahkan ada sampai kesurupan.
Dilansir dari Wikipedia, Tari Rantak Kudo ini dipentaskan dalam acara adat resepsi pernikahan adat Kerinci. Tembangan syair pantunnya bersahut-sahutan: Tigeo dili, empoak tanoh rawoa. Tigeo mudik, empoak tanoh rawoa (Tiga di Hilir, Empat dengan Tanah Rawang.Tiga di Mudik, Empat dengan Tanah Rawang), seperti juga diceritakan Didi (2021).
Kisah dalam lirik syair tembangan tadi, mengisahkan nenek moyang dulu di suku Kerinci, masa pemerintahan para Depati (Adipati) Tanah Hamparan Rawang merupakan pusat pemerintahan, pusat kota dan kebudayaan kala itu, yaitu dalam lingkup Depati 8 helai kainterutama berpusat di Hiang (Depati Atur Bumi), tidak termasuk di Recong Talang – “durian takuak rajo” sapiah Pagaruyung.
Menurut Didi (2021), Tanah Hamparan Rawang merupakan tempat duduk bersama (pertemuan penting dalam adat Kerinci) boleh disebut pusat sejarah lahirnya Tari Rantak Kudo. Pencetus kreasi Tari Rantak Kudo itu, disebut-sebut Ruwai.
Berasimilasi Tari Benten
Khusus Tari Benten asimilasi dan dimungkinkan juga berakulturasi dengan Tari Rantak Kudo asal Rawang Kerinci tadi, dikembangkan oleh Sanggar Seni Tari Tradisi dan Budaya Puti Gubalo Intan di Nagari Taluak Kualo, Kecamatan Airpura, Kabupaten Pesisisr Selatan. Di samping Tari Benten, konversi Tari Rantak Kudo itu dikembangkan juga di Sanggar Puti Gubalo Intan itu, antara lain seni Pencak Silat, Tari Sikambang Manih dan Tari Kain yang cukup langka itu dan sudah menjadi WBTB Nasional.
Pada 2 Desember 2021 lalu, Pimpinan Sanggar Puti Gubalo Intan, Junaidi Chan menjawab respon PKM di Indrapura. MTC PT Incasi Raya itu menjelaskan bahwa kesenian yang dikembangkannya ditampilkan dalam pertunjukan kesenian tradisi dengan tema “Bimbang Nagari” di Teluk Kualo Indrapura, Kecamatan Airpura, dibuka Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar. Harapan bupati, kesenian tradisi mesti dijaga dari kepunahan, karenanya pengembangannya menjadi bagian tupoksi di Dinas Pendidikan dan kebudayaan. Ia juga berharap pertunjukan kesenian tradisi ini efektif menjadi media untuk membangun semangat generasi muda untuk menggali dan mengembangkan nilai-nilainya yang berguna dalam pengambilan kebijakan berbasis budaya di Kabupaten Pesisir Selatan.
Selain alasan tidak lagi dikembangankan Tari Rantau Kudo, karena tidak ditemukan lagi aslinya, juga disebut tidak berasal dari Pesisir Selatan, tetapi adalah asimilasi seni tari Kerinci dan Pesisir Selatan sejak masa kerajaan/kesultanan Indrapura, dimungkinkan karena faktor wilayah kebudayaan, Kerinci tidak bisa dipisahkan dengan Pesisir Selatan. Sejarah budaya Kerinci berkaitan erat dengan budaya Kesultanan Inderapura sejak awal masa kerajaan itu. Bahkan Pesisir Selatan dan Kerinci pernah menjadi satu Kabupaten dalam NKRI, yakni Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci disingkat PSK. Pesisir Selatan dan Kerinci dipisahkan, masing-masing menjadi kabupaten sendiri, adalah dengan UU Darurat Nomor 19 Tahun 1957, tanggal 9 Agustus 1957 (Yulizal Yunus, dkk 2005).
Dari latar sejarah Pesisir Selatan dan Kerinci, khusus Kesultanan Indrapura, memberi petunjuk bahwa Tari Benten berasimilasi dengan Tari Tari Rantak Kudo yang sudah lama hidup di Indrapura. Ada makna terdalam tersimpan dari Tari Benten, adalah memberri penyadaran bahwa keadaan kehidupan masyarakat, yang senantiasa ada itu “perubahan”. Kehidupan berubah-ubah sepanjang umur dan sejalan tujuan hidup. Makna itu ditawarkan dalam kisah kehidupan yang menjadi esensi Tari Benten.
Tari Benten mengisahkan seorang ibu bernama Benten. Suaminya bernama Adau-Adau. Punya dua orang anak, bernama Rantak Kudo, Nandi-nandi dan Buai-Buai. Apakah Tari Buai-buai di Padang ada hubungan dengan kisah dalam Tari Rantak Kudo ini, perlu dicari kejelasan pada Tari Buai-buai di Padang yang nanti akan dipertunjukan PKM-17 Edisi IV pada Januari 2022 mendatang.
Kembali ke Tari Benten, dalam pertunjukannya secara verbal, terlihat gerakan menyerupai gerakan kepak sayap sedang terbang. Perumpamaan kepak sayap elang itu, mengikuti pandangan Wahyuni W, Yusril dan Suharti, yang menggambarkan gerakan bekerja mengasuh dan menimang bayi, “babega” ke kiri ke kakanan bahkan berputar-putar. Karenanya, penari harus menyetel badan dan kepala, badan sedikit harus lebih maju ke depan dibanding kepala. Gerakannya menyerupai nelayan sedang “menghela puket” (menarik puket), juga distel tangan, kedua tangan itu merentang, dan gerakan kepala menyesuaikan dengan gerakan tangan.
Tari Benten yang hidup di kalangan masyarakat adat nagari diiringi musik gendang yang khas disebut “adok”. Adok ditabuh penabuh dengan bunyi khas sesuai dengan dendang diikuti gerakan penari dua lelaki biasa dalam durasi 23-25 menit. Penari tidak lepas dari pautan perasaan yang sedang dirasai pemusik, pendendang dan penari. Artinya, gerakan penari sealur dengan perubahan irama musik pengiring adok dan lagu.
Gerakan penari yang berdiri dan melebar dan saling membalikkan badan, berubah ke belakang selanjutkan dengan mengejutkan tercipta gerakan baru. Kaki lebih banyak bergerak dibanding tangan dan badan. Gelombang gerakan satu arah ke depan terjadi berulang, beragam, berputar, ke kiri ke kanan. Gerak-gerakan itu turut memaknai kisah yang ditawarkan Tari Benten.
Tari Benten ini cukup bervariasi pula dari daerah ke daerah di Pesisir Selatan. Artinya Tari Benten ini terdapat di banyak nagari di Pesisir Selatan. Namun esensinya tetap mengisahkan seorang ibu bernama Benten sekeluarga. Suaminya bernama Adau-Adau. Punya tiga anak bernama Buai-buai, Rantak Kudo dan Nandi-nandi. Versi Pasar Kuok-Batang Kapas, keluarga Benten ini hidup di Pasar Kuok Batang Kapas. Pasar itu adalah sawah ladang untuk bercocok tanam keluarganya, namun sekarang sudah sulit ditemukan.
Jalan ceritanya mendramakan kesombongan diri Rantak Kudo. Cendrung punya sifat durhaka pada orang tua. Rantak Kudo ialah adik dari Buai-buai dan kakak dari Nandi-nandi. Ketiganya menjadi tokoh dalam dalam Tari Benten. Sedangkan Nandi-nandi muncul saat tari pengiring tari Rantak Kudo itu. Cerita yang sama melenggenda pula di Jorong Laban. Cerita ditampilkan dalam tari Benten, disusul Tari Buai-buai kemudian Rantak Kudo. Dalam tari disebutNandi-nandi saat dendang pengiring tari Benten, Buai-buai dan Rantak Kudo.
Sama halnya dengan di Laban, terdapat pula di Painan Timur. Rantak Kudo dikisahkan dalam prosesi tari yang diawali dengan Benten, Buai-buai, dan Rantak Kudo. Di tempat asalnya Rawang Kerinci, masih bertahan pada asalnya dan dihadirkan pada setiap event penting di Kerinci (Didi, 2021). Kisah yang ditawarkan mendramakan kesombongan Rantak Kudo yang kemudian mendapat nur ketauhidan. Itu terkesan juga dalam syair Benten seperti dicatat Nerosti (2017) sebagai berikut:
Ilala nak tuangku Rabbi (hanya AllahNak Tuanku, Tuhanku)
Bakudo lalu ka Jambangan (berkuda lalu ke Jembangan)
Kok indak dapek mukasuik (tidak dapat yang di hati)
Badoso mato bapandangan (Berdosa mata berpandangan)
Rantak Kudo kemudian menjawab:
Duo tigo pelem dibukak (Dua tiga film dibuka)
Balun tantu jatuah ka sudu (belum tentu jatuh ke sudu)
Jatuah ka sayak duo tigo (Jatuh ke sayak dua tiga)
Tigo bulan dikanduang bapak (Tiga bulan dikandung bapak)
Alun tantu jatuah ka ibu (Belum tentu jatuh ke ibu)
Kasieh jo kawan alah juo (Kasih dengan teman sudah mulai juga)
Syair Tari Benten ini menceritakan, keinginan dengan baik mendapatkan yang di hati, agar kehidupan tidak berdosa. Sejak dalam kandungan, kasih dengan kawan justru sudah dimulai, seperti cerita filsafat a’yan tsabitah saja. Kisah Benten sang ibu dan Rantak Kudo sang anak, yang dariawal-awal meyakini, hanya Allah Yang Maha Tahu.
Filosofi penyadaran kehidupan yang bertauhid mengalahkan kesombongan dalam Rantak Kudo, menyalakan semangat menggali dan mengembangkannya. Kini, Rantak Kudo sudah langka dan memang patut dikembangkan. Anggota DPD RI Alirman Sori memandang seni langka ini patut dikembangkan. Ia siap di garda terdepat menggali dan mempertunjukkan serta ditayangkan dalam bentuk video dokumenter dalam seluruh saluran dimulai dari ia mensponsori kegiatan PKM-17 Desember 2021 ini. Pengembangan ini sejalan dengan Tari Benten yang justru substansi dan esensinya adalah juga Rantak Kudo. (PKM/Yulizal Yunus)
Tulis Komentar